Kamis, 09 Juli 2009

Adakah Harapan di Sekolah katolik?

“Nanti putra-putri dari Bapak Ibu mau disekolahkan mana ya..?”, suatu pertanyaan yang selalu ada dalam benak orang tua yang anaknya akan masuk ke bangku pendidikan. Saya pikir tentu banyak sekali keluarga Katholik yang masih bingung menentukan pendidikan buat anaknya. Melihat pilihan dari orangtua atau siswa itu sendiri jika sudah mampu untuk memilih, tentu pilihan itu akan jatuh pada mutu sekolah atau pendidikan yang baik. Yang menjadi pertimbangan tentu, apakah pendidikan atau sekolah katolik bisa memberikan alternative sekolah yang bermutu atau ideal? Meskipun indikator mutu pendidikan yang menjadi paradigma masyarakat masih bersifat relative, tetapi masyarakatpun bisa menilai apakah sekolah yang dipilih itu menjadi ideal dalam hidupnya?

Dalam ranah pendidikan, mutu sekolah adalah kinerja sekolah itu sendiri. Tentu saja kinerja tidak datang begitu saja melalui proses seadanya. Faktor input yakni dari kualitas peserta didik dan pendidik merupakan fakor pondasi untuk membangun karakter pelaku pendidikan, disamping sarana dan prasarana penunjang pendidikan. Faktor input yang baikpun belum tentu menghasilkan mutu yang baik juga, kalau proses yang menyangkut metode pembelajaran dan situasi pembelajaran, serta perangkat kurikulumnya tidak pernah dikembangkan. Proses merupakan suatu tahap pembentukan karakter peserta didik melalui pengejawantahan kurikulum, kegiatan peserta didik yang mampu memandirikan dalam proses belajar dan bertanggung jawab pada masa depannya, memberdayakan SDM dan manageman yang ada untuk tujuan pengembangan pribadi siswa atau unit kerja sekolah, pemanfaatan sarana prasarana yang menunjang pendidikan, peningkatan kerjasama dengan partner sekolah yang berupa komite atau juga pihak-pihak stakeholder yang sangat mempengaruhi kemajuan pendidikan, dan yang terakhir bagaimana pengolahan dana atau keuangan yang dapat menunjang proses pendidikan.

Sekolah Katolik memiliki sendi dasar yang sama, yakni ikut serta dalam visi-misi gereja Katholik. Gereja dan sekolah harus mampu berjalan seiring, harmoni, dan berkesinambungan dalam membentuk karakter peserta didik agar mampu memandirikan dirinya untuk siap di masa depannya, serta meletakkan pondasi iman sebagai dasar dari segala pengetahuan dan kehidupan. Realita sekarang yang ada adalah “Masihkan sekolah katolik masih bermutu?” Tentu jawaban itu membutuhkan cara pandang yang berbeda. Mutu atau tidaknya sekolah, masyarakat hanya mampu melihat “sekolah itu ada dimana?, di kota atau di pinggiran (desa), atau mungkin “berapa banyakkah murid yang ada disekolah itu?”, atau juga alasan finasial “berapa biaya pendidikan itu, apakah setimpal dengan hasil dari proses belajar?”

Masalah besar yang umumnya terjadi sekarang ini adalah banyaknya sekolah katolik yang mengalami penurunan jumlah siswa atau terjadi penyusutan yang signifikan tiap tahunnya. Disisi lain yakni managerial adalah deficit keuangan dengan penggajian guru dan karyawan yang jauh dari UMR. Situasi yang lebih ekstrim adalah sekolah katolik sangat mahal, seakan-akan tidak lagi mempunyai keberpihakan kepada yang miskin, lemah, dan tersingkir. Adanya UU Sisdiknas yang seharusnya menjadi payung hukum dan kebijakan yang lain belum bisa mensaranai semua. Belum juga kebijakan pemerintah adanya sekolah gratis dan perluasan kelas baru, serta penambahan sekolah yang justru menambah beban saingan untuk memperoleh murid, menjadikan semakin berat untuk meningkatkan mutu sekolah swasta.

Dari sekian ulasan diatas dasar pemasalahan yang terjadi adalah apakah memang masyarakat katolik di luar pendidikan sudah tidak menunjukkan rasa tanggungjawab dan epati pada perkembangan pendidikan, atau memang karena penanggungjawab pendidikan sendiri tidak sempat untuk mawas diri untuk meningkatkan mutu pendidikan? Pertanyaan ini memang perlu survey yang harus bisa menjadi tolok ukur. Survey tersebut pasti memerlukan perangkat yang cukup rumit dan membutuhkan waktu. Paling tidak kita bisa mencari jawaban dari permasalahan diatas, yakni sekolah bisa kembali kepada semangat visi dan misi, yang tentu saja ini adalah roh sekolah itu sendiri, meski kebijakan pemerintah kadang tidak sejalan dengan visi-misi tersebut.

Harapan? Tentu masih ada!
Sekolah-sekolah katolik yang ada di kota besar yang mau tidak mau harus ikut dalam persaingan, dapat menjawab paling tidak menghadirkan sikap optimis pada sekolah katolik. Tidak hanya itu saja, sekolah katolik yang mampu memuat jiwa kewirausahaan dalam kurikulumnya seperti sekolah-sekolah kejuruan dapat menjadi model agar sekolah katolik masih menjadi pilihan masyarakat. Kerjasama dengan dunia industry atau kerja, serta perguruan tinggi yang bermutu dapat juga menjadi usulan agar lebih di gemari masyarakat. Kiranya perlu Link and Macth (menhubung-hubungkan dan mencocok-cocokkan, Red ) antara pihak sekolah dengan lembaga partner dan stakeholder perlu ditingkatkan, agar masyarakat tidak ada kekhawatiran jika anaknya harus disekolahan di sekolah katolik.
Ambil contoh saja, SMK PIUS X Magelang, SMK St. Michael, PIKA Semarang, dan sekolah kejuruan yang lain. Atau untuk tingkat SMA : SMA Kolose De Brito, SMA Stelladuce, SMA Kanisius (Jakarta), dan lainnya yang bisa bersaing prestasi bisa menjadi inspirasi memutukan sekolah katolik baik untuk berbagai jenjang. Mutu Sekolah mampu dilihat bagaimana lulusan – lulusan nanti dapat menunjukkan keutamaan-keutamaan hidup dan kemandirian menentukan pilihan hidupnya.
Harapan dari gerejapun agar masyarakat katolik bisa saling membantu dan meneruskan tugas missioner dalam pendidikan nasional kita ini. Cara membantunya bisa dengan menyekolahkan putra-putrinya ke sekolah katolik, atau bisa menjadi pemerhati pendidikan dalam ikatan komite sekolah, atau bisa juga membantu memberikan masukkan idea dan tindakan nyata bagi perkembangan sekolah katolik. Mengenai masalah mutu nantinya biarlah berjalan sesuai dengan langkah seiring antara sekolah, gereja, masyarakat, lembaga partner, dan pemerintah. Sejauh proses links and macth berjalan dengan baik tentu mutu sekolah dapat dipertanggung jawabkan.
Maka sudah tidak ada kekawatiran bila ada ada keluarga yang masih bingung, “pendidikan apa yang paling baik untuk anak saya”. Sekolah yang baik adalah sekolah yang bisa memunculkan keunggulan akademis yang baik, tetapi juga nilai-nilai keutamaan hidup yang bersifat universal yang selalu diperjuangkan, agar masyarakat nantinya yang terbentuk adalah masyarakat yang beradap dan memiliki nilai-nilai luhur.